Saksi Fakta Ahok Dinilai Tidak Independen dalam Kesaksian
Pedri Kasman, saksi pelapor terhadap Basuki Tjahaja Punama (Ahok) terkait kasus penodaan agama menyatakan saksi-saksi fakta yang dihadirkan tim kuasa hukum Ahok cenderung tidak independen dalam memberikan kesaksian.
"Padahal mereka dihadirkan sebagai saksi fakta tetapi mereka lebih banyak ungkapkan pribadinya, kenapa? Karena ketiga saksi yang diperiksa ternyata menurut pengamatan saya terutama dua orang dekat dengan Pak Ahok sehingga independensinya sangat tidak terlihat," kata Pedri seusai menghadiri sidang ke-14 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (14/3/2017).
Ia mencontohkan saksi pertama, yaitu Juhri mantan Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten Belitung saat Pilkada Bangka Belitung 2007 yang tidak netral dalam memberikan keterangan.
"Ketika Pak Ahok maju sebagai Calon Gubernur Bangka Belitung, seharusnya Juhri independen dia harusnya ungkapkan fakta dengan netral tetapi yang terjadi di persidangan tadi dia langsung arahkan fakta seolah-olah semua menyerang Ahok. Misalnya, ketika bicara soal selebaran larangan memilih pemimpin nonmuslim," katanya.
Menurut dia, sebagai mantan Ketua Panwas Kabupaten Belitung seharusnya Juhri berbicara apa yang dilihat, didengar, dan dialaminya saat itu.
"Dia tidak independen seperti sudah diarahkan seolah-olah dia bukan mantan Panwaslu jadi semakin memperlihatkan bahwa kesaksiannya tidak berkualitas," kata Pedri yang juga Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah itu.
Dalam lanjutan sidang Ahok ini, tim kuasa hukum Ahok memanggil tiga saksi fakta dan satu ahli hukum pidana.
Tiga saksi fakta itu antara lain Juhri seorang PNS di Bangka Belitung yang juga mantan Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten Belitung saat Pilkada Bangka Belitung 2007, Suyanto sopir Ahok dari Belitung Timur, Fajrun teman sejak kecil Ahok dari Belitung Timur, dan ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. (ant)
下一篇:FOTO: Penampakan Paspor Indonesia Desain Baru Berwarna Merah
- ·KIP Sebut BP Tapera Bisa Dijerat Pidana Jika Akses Informasi Soal Program Tapera Dihambat
- ·quickq下载地址百度知道
- ·quickq_
- ·QuickQ加速器-robin
- ·Monopoli, Pajak, dan Kekurangan Pesawat Faktor Tiket Penerbangan Mahal
- ·QuickQ多少钱一个月
- ·quickq软件官方下载
- ·quickq安装包
- ·PDIP Bakal Tutup Bulan Bung Karno di GBK, Acara Diramaikan Grup Band RAN
- ·QuickQVER的中文翻译
- ·quickq加速器手机版
- ·QuickQ在中国的最新消息
- ·Yogyakarta Punya Prevalensi Skizofrenia Tertinggi di Indonesia
- ·quickq苹果版
- ·quickq官方网下载
- ·QuickQ被国家管控了吗
- ·Hindari 7 Makanan Ini Sebelum Bercinta, Rawan Bikin Si Dia 'Ilfil'
- ·quickq加速器官方网站
- ·QuickQ在中国合法吗
- ·QuickQ软件下载
- ·Sun Life Indonesia Tunjuk Albertus Wiroyo sebagai Presiden Direktur
- ·quickq苹果版
- ·quickq官方安卓版
- ·quickq加速器免费七天
- ·APINDO Soroti Potensi PHK Massal di Sektor Hotel, Desak Stimulus Pemerintah
- ·QuickQ多少钱一年