Eggi Sudjana Beri Komentar Menohok: 'Jokowi Membangkang dan Layak Dimakzulkan, Mahfud MD 'Iblis'
Aktivis muslim senior Eggi Sudjana menyebut langkah Presiden mengeluarkan Perppu No 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja telah menambah buruk presiden dalam mengeluarkan Perppu yang tidak masuk akal.
"Rezim Jokowi ini terlalu banyak Perppu yang irrasional, yang dipaksakan berdalih kegentingan yang memaksa," kata Eggi.
Ia mencontohkan Perppu Ormas yang menurutnya hanya bertujuan untuk mencabut BHP HTI. Saat itu tidak ada kegentingan, tidak ada kekosongan hukum, tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan berdasarkan UU Ormas.
"Kalau tujuannya untuk mencabut BHP HTI, sudah ada rincian norma dalam UU No 17 Tahun 2013 tentang Ormas , mulai dari pemanggilan, mediasi, pemberian surat teguran, pembekuan sementara, hingga proses permohonan pencabutan oleh Jaksa selaku wakil Negara," tambahnya.
Kenyataannya, tambahnya, aturan yang lengkap itu tidak dipakai. Berdalih kegentingan yang memaksa, Perppu No 1 Tahun 2017 Tentang Ormas diterbitkan. Dengan dalih asas 'Contrarius Actus', akhirnya BHP HTI dicabut tanpa proses persidangan.
"Sekarang, rezim Jokowi kembali mengeksploitasi nomenklatur 'Kegentingan Yang Memaksa' untuk melawan putusan Mahkamah Konstitusi. Padahal tegas, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja “inkonstitusional bersyarat”,' jelasnya.
Amar Mahkamah Konstitusi memerintahkan kepada Pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU Cipta Kerja selama dua tahun, sejak diputuskan pada tanggal 25 November 2021. MK Juga menyatakan jika hal ini tidak dilakukan, maka UU Cipta Kerja menjadi inkonatitusional permanen dan 79 UU yang direvisi secara omnibus oleh UU Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali.
"Saya tidak mau mengajari Jokowi soal apa itu kegentingan yang memaksa. Tapi saya berkepentingan untuk menyampaikan pendapat hukum kepada Mahfud MD selaku Menkopolhulam yang mengatakan Perppu Cipta Kerja menganulir keputusan MK. Saya jadi blo'on karena kesulitan untuk memahami pernyataan Mahfud MD ini," tegasnya.
Padahal, lanjut Eggi, berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU 8/2011 Tentang MK menyebutkan bahwa putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan berlaku seketika dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding).
Halaman BerikutnyaHalaman:
- 1
- 2
(责任编辑:百科)
- ·Penjual Banyak, Tak Ada Antrean Pembeli Gas Elpiji 3 Kg di Jakarta Timur
- ·Wah! Bangun Rumah Mandiri Bakal Kena Pajak PPn 2,4%, Ekonom Senior INDEF Angkat Bicara
- ·Ketua PB IDI Buka Suara soal Isu Larangan Hijab Calon Dokter RS Medistra
- ·Pemukiman Di Palmerah Ludes Terbakar Saat Warga Santap Sahur, 20 Mobil Damkar Dikerahkan
- ·Istri Ungkap Warga Rela Tinggalkan Rusun Kampung Bayam Karena Diiming
- ·Kalau Anies Jadi Presiden, Bakal Muncul Peristiwa
- ·Ini Dia Spesifikasi Vivo Y100, HP dengan Layar AMOLED Super Nyaman
- ·Pindah ke Pedesaan Jepang Dibayar Nyaris Rp500 Juta, Tertarik?
- ·Livin Merchant, Inovasi Bank Mandiri Perluas Jangkau Nasabah UMKM
- ·Revisi PP 109/2012 Tidak Urgen, Pengamat Sebut Ada Dorongan Lembaga Asing
- ·Kemenkes Dampingi Keluarga Dokter Aulia Risma yang Laporkan Senior PPDS, Terungkap Alami Tekanan
- ·Kemenkes Periksa 3 Suspek Baru Mpox di Jakarta dan Jawa Barat
- ·IKN Segera Miliki 60 Embung, Tampung 66.000 Meter Kubik Air Hujan
- ·Baru Dilantik jadi Mensos, Segini Harta Kekayaan Gus Ipul
- ·2025年韩国艺术类大学排名
- ·Ini 4 Kategori Guru yang Masuk dalam Prioritas PPPK 2024, Lengkap dengan Syarat Daftarnya!
- ·Cek Formasi CPNS 2024 untuk Lulusan SMA/SMK di Kemenkumham, Kejagung, dan Kemenhub
- ·Hindari Black Campaign, Kejagung Tunda Proses Hukum Calon Kepala Daerah 2024
- ·Pecah Tawuran Di Season City Tambora, Warga Saling Serang Pakai Kembang Api
- ·Agar Manfaat Maksimal, Kapan Waktu Terbaik Minum Rebusan Daun Sirsak?